Friday, February 3, 2017

BALI! Pernah ke Desa Penglipuran? Aduh, belum ya..




Kali ini aku menginjak kembali Pulau Bali. Semenjak menetapnya aku di Kupang, belum ada kesempatan lagi untuk mengunjungi Bali. Tapi, satu waktu aku akhirnya kembali kesana dalam liburan keluarga. Ada beberapa tempat yang kami pilih. Desa Panglipuran dan Pemandian air panas Natural Hot Spring. Walaupun keluarga asal Bali tapi kami sudah merantau begitu lama. Banyak jalan yang tak diketahui juga. Yah, mudik sambil liburan pake gmaps!

Sekitar Juli tahun lalu, 2016 aku berangkat ke Bali. Keberangkatan kesana cuma demi berkumpul bersama sang keluarga tercintalah ya. Sebenarnya sih aku tinggal di Lombok. Lebih seru lagi ya? Wisata Lombok tak kalah cantik dengan Bali, tapi setelah kenal Flores aku lebih jatuh cinta sama daerah itu. Tenang aku juga akan share liburan singkat sebelum ini di bulan Mei 2016! Liburan sailing trip di Laut Flores.

Back to the topic! Aku ketemuan sama keluarga di Bali. Mereka berangkat pake mobil dari Lombok. Enak banget ya jadi aku? Jadilah kami mengunjungi beberapa tempat. Ada dua tempat yang akan aku share. Semoga masih banyak yang diingat.

Desa Penglipuran

Desa ini berlokasi di Bangli. Memiliki nama Penglipuran yang mengambil kata dari Pengeling Pura atau tempat bersemayamnya para leluhur. Lokasi ini beberapa kali dijadikan lokasi syuting dan masuk ke dalam salah satu lokasi pengambilan gambar dari “From London to Bali”. 

Keinginan untuk mengunjungi desa Panglipuran datang dari instagram seorang kawan yang pernah main kesana. Akhirnya baru terjadi Juli 2016. Begitu masuk di parkiran tidak terasa nuansa “desa” di lokasi tersebut. Bayangannya, akan ada begitu banyak nuansa desa dengan penduduk asli dan kegiatan sehari-hari disana. Tapi, sama seperti Desa Sade yang ada di Lombok. Desa Panglipuran sudah mendapatkan sentuhan sana-sini yang membuatnya sekarang terlihat seperti tempat wisata.

Tidak luas kok, jalan kaki saja.

Ada beberapa informasi lewat google. Ternyata ukuran desa hanya sekitar 112 hektar. Jadi tak akan capek kok kalau jalan kaki. Lagian, ngga ada kendaraan yang disediakan. Mau apa? Sepeda? Jangan harap ya. Disana banyak sekali anak tangga kecil-kecil. Jalan utama dalam desa terus naik keatas hingga menuju sebuah pura adat disana.

Jika membawa kendaraan pribadi, anda cukup membayar parkir sekitar 5000 rupiah. Masuk desa juga tak gratis. Biasa ada perbedaan harga bagi WNI dan WNA. Yah, karena aku sadar diri kelahiran Indonesia makanya aku ambil tarif WNA? #Eh. Haha... untuk masuk anda mengeluarkan uang sebesar 10.000 untuk anak yang masih imut dan 15.000 rupiah untuk yang sudah dewasa. Bukan tua ya! Tidak mahal kan? Ya, ngga lah. Apalagi anda akan melihat desa terbersih didunia dari tiga desa dari negara berbeda. 

Sekilas anda melihat betapa rapinya jajaran rumah disana dengan konsep arsitek yang sama. Tidak ada terlihat sampah. Hanya ada beberapa pohon kecil dengan bunga berwarna cerah yang ditanam didepan tembok rumah. Begitu sampai didepan rumah, anda akan melihat pintu gerbang gaya Bali yang dinamakan Angkul. Entah kenapa, seakan arsitektur membuat rumah disana bergaya sama.




Tak hanya rumah yang sama, beberapa menjual souvenir...

Pemandangan rumah yang sama mengeluarkan kesan tertata rapi. Kali, kalau aku tinggal disana sudah bingung rumahnya yang mana ya? Tapi, beberapa informasi dari blogger sebelah mengatakan pengalamannya saat mengunjungi desa di beberapa tahun berbeda. Tahun 1998, banyak rumah masih menggunakan bambu namun kini semakin berubah dan sudah diganti menggunakan batu bata.

Walaupun terlihat sama. Ternyata beberapa rumah menjual souvenir yang digantung didalam rumah hingga terlihat dari tembok pagar. Aku suka banget ngeliatnya. Kalau pecinta souvenir tempat wisata pasti cocok untuk melihat-lihat. Ada topi ootd, gelang pernak-pernik, dream catcher, makanan kecil, hingga makanan khas desa Penglipuran.





Rujak yang diminum, Loloh Cencem.

Ada yang aneh kalau baru tiba disana. Beberapa tamu akan membawa botol aqua namun berisi minuman hijau seperti warna daun tua. Itu adalah minuman khas. Loloh Cencem, minuman yang berasal dari daun cem-cem. Dulu pembuatannya ditumbuk, tapi sekarang sudah agak canggih dengan menggunakan mesin. Ngga mahal kok! Cukup ngeluarin duit 5000 rupiah anda sudah bisa menikmati minuman tersebut. 

Katanya sih airnya dibuat dengan mencampur bumbu rujak. Jadi rujaknya diminum. Ada rasa asin, manis, asem, pedas. Pokoknya lengkap. Aku ngga begitu suka. Tapi, banyak yang menyukainya karena memiliki efek baik untuk badan. Beberapa manfaatnya adalah untuk melancarkan pencernaan dan menyegarkan badan. 

Sudah puas belanja? Sekarang take a selfie!


Yah, pokoknya ada beberapa tips untuk anda saat mengunjungi desa Penglipuran.

Jangan lupa bawa payung. 
Disana panas banget kalau siang. Walaupun sejuk karena angin, tapi disepanjang jalan utama desa jarang pohon besar. 

 Jangan puas hanya foto dengan pemandangan rumah berjajar rapi. 
Kalau anda jalan terus ke arah atas sampai depan pintu banjar adat, belok kekiri sedikit lurus terus maka anda akan mendapatkan pemandangan bambu bambu cantik. Pokoknya itu hutan bambu. Jangan sampai kelewatan disana ya.

Sediakan uang kecil. 
Biasanya belanja satu dua dan tak sadar anda tak memiliki uang kecil. Kan kasian warga sana yang jualan kalau tidak punya uang kembalian!

Jangan pernah remehkan loloh cencem. 
Walaupun tak disukai anak kecil, tapi orang tua dulu banyak yang suka. Aduh, mamake dan bapake saja sampe beli dua. Wisata sana sampai beli 4 botol. Entah karena minumannya sehat atau waktu itu ngga punya kembalian yaaa... hahaha..

Dan terakhir! Budaya diluar buang sampah sembarangan? 
Please, disini malu dikit ya. Ada sampah dipegang, masukin tas, masukin kantong begitu ketemu tong sampah baru dibuang. Disana terlalu bersih kasian kalau kau kotorin. :*

calon penulis, Asri Vitaloka

No comments:

Post a Comment