Sunday, March 13, 2016

Explore NTB - Ngga ada “Pup Sapi” tuh di Desa Sade!

Gambar Kegiatan menenun di Desa Sade

 “Lo mau kemana?” / “Mau ke Desa Sade?” 
 “Mau ngapain?” / “Katanya banyak “pup sapi” noh disana!”. 
Sebuah desa yang menawarkan kisah wisata yang berbeda. Hanya ada di Lombok dan sekitarnya. Desa Sade, namanya. Terletak di Pulau Lombok dan tidak jauh dari Bandara Internasional Lombok (BIL). Perjalanan waktu itu hampir selesai dan kami tidak ingin melewatkan Pulau Lombok tanpa “pup sapi”. Hahaha…

Jangan keburu ilfeel ya, karena membaca pup atau kotoran. Dan disana sebenarnya ngga ada “pup sapi” yang dijual bebas! Ya, emang karna ngga ada yang jual. Dijual juga buat apa? Jadi? Buat apa tuh “pup”?

Silahkan searching Desa Sade di internet browser kesayangan anda. Maka, anda akan mendapatkan beberapa informasi terkait desa tersebut. Seperti yang sudah aku katakana diatas. Desa ini terletak di Pulau Lombok dan dapat diakses saat perjalanan dari kota menuju bandara. Tidak butuh waktu 1 jam dari bandara hingga sampai ke lokasi tersebut.

“Jangan khawatir dengan bau pup sapi! Jangan riskan untuk datang ke desa tersebut. Yah, artis sekelas Atiqah dan Rio Dewanto saja datang. Kenapa anda tidak?”


Sebutlah sebuah desa dengan budaya yang sedikit berbeda. Dengan perbedaan dan budaya yang dianggap tidak biasa ini menjadikannya sebuah desa yang unik. Desa ini memiliki kebudayaan menggunakan kotoran sapi sebagai pembersih ruangan rumahnya. Tidak seperti rumah lainnya. Rumah-rumah didesa tersebut terbuat dari tanah liat. Sehingga dikatakan bahwa dengan kotoran sapi justru membuat lantai rumah mereka semakin bersih dan lebih kuat. Selain membersihkan kotoran sapi digunakan sebagai perekat lantai rumah mereka.

Perjalanan waktu itu, aku mengantar teman jauh yang sedang berlibur di Lombok. Hari itu waktu mereka untuk kembali ke Makasar dan aku memaksa mereka untuk mengunjungi Desa Sade. Ternyata butuh sekitar 15 menit lebih dari bandara hingga sampai ke Desa tersebut.

Begitu sampai disana, sama seperti tempat wisata lainnya. Begitu ramai dengan bus besar di parkiran jalan. Besar tertulis seperti wisata “Desa Sade”. Karena mengejar waktu pesawat boarding akhirnya kami berusaha masuk dengan terburu-buru. Untuk dapat masuk tidak ada biaya masuk, namun pengunjung diharuskan menyewa tour guide disana. Hanya berkeliling selama 10 menit saja dan aku sudah menangkap bahwa desa itu memang berbeda.

Rumah pertama kami masuk. Dan ada beberapa yang diajarkan pada rumah tersebut, seperti :

Pintu Masuk dibuat Rendah, seakan harus Menunduk saat masuk.
Rumah tersebut tidak secara langsung mengajarkan setiap orang yang datang untuk memberikan salam kepada pemilik rumah. Minimal dengan merendahkan badan untuk menghargai pemilik rumah dan pertanda bahwa orang luar akan masuk ke dalam rumah. Ini sudah jarang dilakukan ditengah dunia yang makin modern. Tidak sedikit yang lupa ramah tamah bahkan hanya untuk menundukkan kepala didepan orang yang lebih tua.

Anak Gadis dilarang Tidur diluar Ruang Kamar.
 
Adat yang dibuat di desa tersebut, anak gadis dilarang untuk tidur diruang tengah dan hanya diperbolehkan didalam ruang kamar. Kalau kata orang Jawa disebut “pamali” begitu. Ini berkaitan dengan seorang anak gadis yang harus dijaga dengan baik. Dan anak gadis tersebut harus juga memperhatikan pergaulannya agar tidak salah kedepannya, terlebih tidak sedikit anak gadis yang hamil diluar pernikahan.


Menenun sudah menjadi Rutinitas.
Bagi ibu-ibu Desa Sade menenun juga menjadi salah satu mata pencaharian mereka. Bayangin aja satu kain bisa diselesaikan dengan lebih dari dua bulan. Trus? Gimana mau ngerjain yang lain coba. Kisaran harga yang diberikan juga beraneka ragam dilihat dari tingkat kesulitan dan lama mereka menenun. Tentunya makin lama, makin kualitas dan ya, makin mahal sis!

"Perempuan dilarang menikah kalau bisa menenun" 
- Atiqah Hasiholan di Desa Sade -

Desa Sade sudah menjadi objek wisata yang harus dikunjungi. Begitu masuk anda akan melihat rumah-rumah berdekatan dan itu terhampar luas hingga (entah berapa luas, karena aku lupa luasnya) sepanjang mata memandang. Pokoknya luas. Warna rumah disana didominasi oleh warna coklat dan masih banyak penduduk yang memang benar tinggal disana. Bayangin saja, ngga ramai terus tuh rumah penduduk kalau desanya dijadikan objek wisata?


Gambar Instagram Atiqah Hasiholan (artis) bersama suami di Desa Sade


Oiya, sekedar info juga memang banyak yang sudah mengunjungi tempat ini. Mau turis luar negri, dalam negri, sampai artis. Tuh, buktinya sih Atiqah dan Rio Dewanto juga datang ke sini loh pas liburan di Lombok. Pokoknya aku saranin kalian jangan main kesana, nanti ngga mau pulang!

Calon Penulis
Asri Vitaloka

No comments:

Post a Comment